Laman

Minggu, 17 November 2013

Hak dan Kewajiban Anak Terhadap Orangtua - Tafsir Surah QS. Luqman: 14-15

  1. Firman Allah Megenai Hak dan Kewajiban Anak Terhadap Orangtua

Salah satu firman Allah SWT yang membahas tentang kewajiban anak terhadap orangtua adalah surah QS. Luqman: 14-15:
Description: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1XRVz_pdlprSq5wx7ng_uiuuT2yJer-BHfNnPabmPrNKKhjS9O0Sia91RRjbOE3UNW7aEkZty9x0QENjqlZT-lBkVGWI7xEysUAWHEHs5OaOCuv4JZvytNbmExkQKmc07F3fzjKza_AA/s400/2.jpg
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu. Maka Kuberikan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman: 14-15).


  1. Tafsir Ijmali
Ayat 14
Bahwa Allah memerintahkan kepada manusia agar berbakti kepada orangtua, lebih-lebih kepada Ibu yang telah mengandung. Ayat ini tidak menyebut jasa Bapak, tetapi menekankan pada jasa Ibu. Ini disebabkan karena ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena kelemahan Ibu, berbeda dengan Bapak. Di sisi lain, ”peranana Bapak” dalam konteks kelahiran anak, lebih ringan dibanding dengan peranan Ibu. Betapapun peranan tidak sebesar peranan ibu dalam proses kelahiran anak, namun jasanya tidak diabaikan karena itu anak berkewajiban berdoa untuk ayahya, sebagai berdoa untuk ibunya. Karena begitu besar jasa Ibu, dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa: Seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan dan persahabatanku?" Nabi Saw menjawab, "ibumu...ibumu...ibumu, kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu." (Mutafaq'alaih).
Karena itulah, setiap anak harus menyadari perjuangan dan susah payah orangtuanya. Di samping harus taat kepada ajaran agama, berbakti kepada kedua orang tua, juga harus berusah keras belajar dan menunut ilmu pengetahuan terutama ilmu-ilmu agama, sehingga mereka bersama-sama kedua orang tuanya memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagian di akhirat kelak.
Dalam surah lain pula disebutkan seperti surah al-Baqarah:83, an-Nisa:36, al-An’am:151, dan al-Isra’:23 membahas tentang perlunya berbakti kepada orang tua. Sedangkan surah Luqman menyampaikan pesan untuk berbkati kepada orangtua dalam bentuk perintah Allah.
Surat Luqman ayat 14
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tua ibu bapakmu, hanya kapada-Kulah kembalimu.
Untuk itu Allah berfirman:
            وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ
Dan kami perintahkan kepada manusia supaya berbakti dan taat kepada orang tuanya, memenuhi hak-hak keduanya.
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ
Ibu telah mengandungnya, sedang ia dalam keadaan lemah yang kian bertambah disebabkan semakin membesarnya kandungan sehingga ia melahirkan, kemudian sampai selesai dari masa nifasnya.
            Kata وَهْنًا berarti kelemahan atau kerapuhan. Yang dimaksud disni kurangnya kemampuan memikul beban kehamilan, penyusuan dan pemeliharaan anak. Kata yang digunakan ayat inilah mengisyaratkan betapa lemahnya sang ibu sampai-sampai ia dilukiskan bagaikan kelemahan itu sendiri, yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan kelemahan telah menyatu pada dirinya dan dipikulnya. Firman-Nya وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ (dan penyapuhannya didalam dua tahun), mengisyaratkan betapa pentingnya penyusuan anak oleh seorang ibu kandung. Tujuan penyusuan ini bukan sekedar untuk memelihara kelangsungan hidup anak, melainkan juga lebih-lebih untuk menumbuh kembangkan anak dalam kondisi fisik dan psikis yang prima.
Selanjutnya Allah menjelaskan pesan-Nya melalui firman berikut:
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
            Dan Kami perintahkan kepadanya, bersyukurlah kamu kepada-Ku atas semua nikmat yang telah Ku limpahkan kepadamu, dan bersyukur pulalah kepada ibu bapakmu. Karena sesungguhnya kedua itu merupakan penyebab bagi keberadaanmu. Dan keduanya telah merawatmu dengan baik sehingga kamu menjadi tegak dan kuat.
إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Hanya kepada-kulah kembali kamu, bukan kepada selain-Ku. Maka Aku akan memberikan balasan terhadap apa yang telah kamu lakukan yang bertentangan dengan-Ku.
Ayat diatas menyatakan: dan kami wasiatkan yakni berpesan dengan amat kukuh kepada semua manusia menyangkut kepada orang ibu bapanya, pesan kami disebabkan karena ibunya telah mengandung dalam keadaan kelemahan diatas kelemahan, yakni kelemahan berganda-ganda dan dari saat ke saat bertambah-tambah. Lalu beliau melahirkan dengan susah payah, kemudian merawat dan menyusuinya setiap saat, bahkan ditengah malam ketika saat manusia lain tertidur nyenyak. Demikian hingga tiba masa menyapikannya. Dimasa kelahiran memang ibu lebih berpotensi atau lebih ekstra dibandingkan seorang bapak dan itu tidak cukup hanya dimasa kelahiran seorang anak, melainkan sampai anak tumbuh berkembang. Memang ayah pun bertanggung jawab menyiapkan dan membantu agar beban yang dipikulnya tidak terlalu berat. Namun, jasa ayah tidak bisa diabaikan begitu saja oleh karena itu anak juga berkewajiban berdoa untuk ayahnya.[1]
Ayat 15
Ayat di atas menyatakan bahwa jika orang tua memaksa untuk mempersekutukan Allah, maka janganlah mematuhinya. Setiap perintah untuk perbuatan maksiat, maka tidak boleh ditaati. Namun demikian, jangan memutuskan hubungam sitalurahmi dengan tetaplah menghormatinya sebagai orang tua.berbaktilah kepada mereka sepanjang tidak menyimpang dari ajaran Agama dan bergaullah dengan mereka menyangkut keduniaan, bukan aqidah. Dalam surah al-Ankabut: 8, Artinya: “Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan.”
Hukum ini berlaku untuk seluruh Umat Nabi Muhammad, yaitu melarang ketaatan anak untuk mengikuti kehendak orangtuanya yang bertentangan dengan ajaran agama.
Dan juga sebagaimana dalan sebuah riwayat bahwa Asma’ Putri Sayyidina Abu Bakr ra. Pernah didatangi oleh ibunya yang ketika itu masih musyrikah, Asma’ bertanya kepada nabi bagaimana seharusnya ia bersikap, maka Rasul saw memerintahkannya untuk tetap menjalin hubungan baik, menerima dan memberinya hadiah serta mengunjungi dan menyambut kujungannya.
  1. Tafsir Mufradat
Ayat 14

وَوَصَّيْنَا
dan Kami wasiatkan

ٱلْإِنسَٰنَ
Manusia

بِوَٰلِدَيْهِ
terhadap kedua orang tuanya

حَمَلَتْهُ
Mengandungnya

أُمُّهُۥ
Ibunya

وَهْنًا
kelelahan

عَلَىٰ
Atas

وَهْنٍ
Kelelahan

وَفِصَٰلُهُۥ
dan ia menyapihnya

فِى
Dalam

عَامَيْنِ
dua tahun

أَنِ
Agar

ٱشْكُرْ
Bersyukurlah

لِى
kepada-Ku

وَلِوَٰلِدَيْكَ
dan kepada kedua orang tuamu

إِلَىَّ
kepada-Ku

ٱلْمَصِيرُ
tempat kembali

Ayat 15
وَإِن
dan jika

جَٰهَدَاكَ
keduanya memaksamu

عَلَىٰٓ
Untuk

أَن
Bahwa

تُشْرِكَ
Mempersekutukan

بِى
dengan Aku

مَا
apa-apa

لَيْسَ
Tidak

لَكَ
Bagimu

بِهِۦ
dengannya tentang itu

عِلْمٌ
Pengetahuan

فَلَا
maka jangan

تُطِعْهُمَا
kamu mentaati keduanya

وَصَاحِبْهُمَا
dan pergaulilah keduanya

فِى
Di

ٱلدُّنْيَا
Dunia

مَعْرُوفًا
dengan baik

وَٱتَّبِعْ
dan ikutilah

سَبِيلَ
Jalan

مَنْ
orang yang

أَنَابَ
Kembali

إِلَىَّ
kepada-Ku

ثُمَّ
Kemudian

إِلَىَّ
kepada-Ku

مَرْجِعُكُمْ
tempat kembalimu

فَأُنَبِّئُكُم
lalu akan Ku-beritahukan kamu

بِمَا
tentang apa

كُنتُمْ
adalah kamu

تَعْمَلُونَ
kamu kerjakan

  1. Asbabun Nuzul
Al- Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya, dari Sa’ad bin Abi Waqqash ra. Ia berkata: Aku adalah seseorang pria yang amat mencintai ibuku. Tetapi setelah aku masuk Islam, ibuku itu berkata kepadaku: Hai sa’ad! Agama apa ini, kulihat engkau mengada-ada. Tinggalkan agamamu ini atau aku akan mogok makan dan minum, sampai mati. Dengan begitu engkau akan tercemar lantaran aku, yaitu engkau akan dituduh sebagai pembunuh ibunya. Begitulah lalu aku berkata kepada ibuku: Hai Ibu! Jangan engkau kerjakan itu semua, tetapi aku juga tidak bakal meninggalkan agamaku ini selama-lamanya karena faktor apapun.

  1. Istinbat Hukum
Ayat di atas menjeleskan tentang Luqman, seorang hamba Allah yang saleh, sehingga namanya di abadikan sebagai nama salah satu surat Al-Quran. Dari rangkayan ayat di atas dapat kita ungkap kandunganya sebagai berikut;
  1. Bersyukur kepada Alloh
  2. Kewajiban Orang Tua Mendidik Anak, Terutama Didikan Aqidah
  3. Wajib berbuat  baik kepada ibu bapak, sebagai ungkapan terimakasih anak kepada orang tua disamping kepada Allah
  4. Anak tidak perlu mentaati perintah orang tua kepada hal yang tidak benar atau mempersekutukan Allah
  5. Anak harus tetap menghormati, menyayangi dan bergaul dengan ibu bapaknya dengan baik kendatipun beda agama.

  1. Hak Anak Terhadap Orangtua
Menurut Wahbah al-Zuhaili, ada lima macam hak anak terhadap orang tuanya, yaitu: hak nasab (keturunan), hak rada’ (menyusui), hak hadanah (pemeliharaan), hak walayah (wali), dan hak nafaqah (alimentasi). Dengan terpenuhinya lima kebutuhan ini, orang tua akan mampu mengantarkan anaknya dalam kondisi yang siap untuk mandiri.
Kelahiran anak merupakan peristiwa hukum dengan resminya seorang anak menjadi anggota keluarga melalui garis nasab, ia berhak mendapatkan berbagai macam hak dan mewarisi ayah dan ibunya. Dengan hubungan nasab ada sederetan hak-hak anak yang harus ditunaikan orang tuanya dan dengan nasab pula dijamin hak orang tua terhadap anaknya.
Hak Rada’ adalah hak anak menyusui, ibu bertanggung jawab di hadapan Allah menyusui anaknya ketika masih bayi hingga umur dua tahun, baik masih dalam tali perkawinan dengan ayah si bayi atau pun sudah bercerai.
Hadanah adalah tugas menjaga, mengasuh dan mendidik bayi/anak yang masih kecil sejak ia lahir sampai mampu menjaga dan mengatur diri sendiri. Walayah di samping bermakna hak perwalian dalam pernikahan juga berarti pemeliharaan diri anak setelah berakhir periode hadanah sampai ia dewasa dan berakal, atau sampai menikah dan perwalian terhadap harta anak.
Hak nafkah merupakan pembiayaan dari semua kebutuhan di atas yang didasarkan pada hubungan nasab. Hak dan tanggung jawab adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, anak memiliki hak dari orang tuanya dan orang tua dibebani tanggung jawab terhadap anaknya. Jika digolongankan hak anak dapat diketagorikan dalam empat kelompok besar, yaitu hak untuk hidup, hak untuk tumbuh dan berkembang, hak untuk mendapat perlindungan dan hak untuk berpartisipasi.[2]

  1. Kewajiban Anak Terhadap Orangtua yang Masih Hidup

  1. Menaati Orangtua.
Menaati kedua orangtua hukumnya wajib atas setiap muslim, sedang mendurhakai keduanya merupakan perbuatan yang diharamkan, kecuali jika mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah (berbuat syirik) atau bermaksiat kepadaNya.[3] Allah berfirman: 
Ta’at kepada orang tua : 
            Description: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8lBWVj6p-3f0uIqPSLfJd8fo7UbBYl7O1sadFxJB99wx7SjdGJe2_35iDsP9Rr_D9ur7IQVRD0FQB7WeblYX-TDAyekw7J8u-a-QP4K5vUeKRRSTRXBHuep2bDdDKFnkMdnA9gUuavlo/s400/3.jpg 
Artinya : “Jika salah seorang diantara keduanya/kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah kamu sekali-kali mengatakan kepada keduanya dengan perkataan “ah”, dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah “wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.  (Qs.Al Israa’: 23-24)
            Mengucapkan kata “ah” kepada orang tua tidak dibolehkan oleh agama, apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.
Adapun contoh ketaatan anak kepada orangtuanya dapat diwujudkan dalam bentuk:
a. Apabila orang tua meminta makan maka anak wajib memberikan makan.
b. Apabila orang tua butuh dilayani maka anak wajib melayani.
c. Apabila orang tua membutuhkan pakaian maka anak wajib membelikannya.
d. Jika anak dipanggil maka wajib segera datang.
e. Perintah apapun asal bukan maksiat maka wajib dilaksanakan.

  1. Berbakti dan merendahkan diri di hadapan kedua orangtua
Allah berfirman, artinya, “Jika salah seorang diantara keduanya/kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah kamu sekali-kali mengatakan kepada keduanya dengan perkataan “ah”, dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah “wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.  (QS. Al-Israa’: 23-24)  
Rasulullah bersabda, “Sungguh merugi, sungguh merugi, dan sungguh merugi orang yang mendapatkan kedua orangtuanya yang sudah renta atau salah seorang dari mereka kemudian hal itu tidak dapat memasukkannya ke dalam surga.” (HR. Muslim) 

Description: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-xP0eioMH2Ve9GbLyGeSKROTb0T3duKdkHR4ngLsgKqgYp9kBqcZA6KimSwGSVVIHDYWoO7XI3aO2L-z6O8IvkE8bYsP1bichzR6AWACmSDUdM3Fm1wwbFDAf6eB3u_b6VCKDuq4ycQw/s400/4.jpg 
Artinya:“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada-Kulah kembalimu” (Qs. Luqman: 14)
Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun. 
Wujud lain sebagai pernyataan anak berbakti dan merendahkan diri kepada orangtuanya adalah:
a. Jangan memanggil orang tua dengan namanya.
b. Apabila berjalan tidak boleh mendahului orang tua (jika berjalan bersama).
c. Anak wajib ridho terhadap sesuatu yang terjadi / yang ada pada dirinya .
Sesuatu yang membuat kita senang beritahukan kepada orang tua agar senang, tetapi jika sesuatu membuat kita sedih jangan diberitahukan pada orang tua.       
  1. Berbicara lemah lembut
Bergaul dengan orangtua dengan cara yang baik, antara lain adalah dengan berbicara yang lemah lembut kepada keduanya. Tawadlu (rendah hati) kepada keduanya merupakan suatu hal yang wajib  bagi anak.
  1. Menyediakan makanan
Hal ini juga termasuk bentuk bakti kepada kedua orang tua, terutama jika hal tersebut merupakan hasil jerih payah sendiri. Lebih-lebih jika kondisi keduanya sudah renta. sudah seyogyanya, mereka disediakan makanan dan minuman yang terbaik dan lebih mendahulukan mereka berdua dari pada dirinya, anaknya dan istrinya.
  1. Meminta izin sebelum berjihad dan pergi untuk urusan lainnya.
Izin kepada orangtua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan bertanya, “Wahai Rasulullah apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya, “Apakah kamu masih mempunyai kedua orangtua?” Laki-laki tersebut menjawab, “Masih”. Beliau bersabda, “Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
  1. Memberikan nafkah
Beberapa ayat dalam Al Qur’an yang membahas tentang hal ini adalah Al Baqarah ayat 15 dan Ar Rum ayat 38. Rasulullah pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata, “Ayahku ingin mengambil hartaku”. Nabi bersabda, “Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah). Oleh sebab itu, hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil (kikir) terhadap orang yang menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil, serta telah berbuat baik kepadanya.
  1. Membuat keduanya ridha dengan berbuat baik kepada orang-orang yang dicintainya.
Hendaknya seseorang membuat kedua orang tuanya ridha dengan berbuat baik kepada orang-orang yang mereka cintai. Yaitu dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka, dan lain sebagainya.
  1.  Memenuhi sumpah/Nazar kedua orangtua
Jika kedua orang tua bersumpah untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena hal itu termasuk hak mereka.
  1. Tidak Mencaci maki dan menjaga kehormatan orangtua
Rasulullah bersabda, “Termasuk dosa besar adalah seseorang mencaci maki orangtuanya.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa ada orang yang mencaci maki orangtuanya?” Beliau menjawab, “Ada. Dia mencaci maki ayah orang lain kemudian orang tersebut membalas mencaci maki orangtuanya. Dia mencaci maki ibu orang lain lalu orang itu membalas mencaci maki ibunya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Terkadang perbuatan tersebut tidak dirasakan oleh seorang anak, dan dilakukan dengan bergurau padahal hal ini merupakan perbuatan dosa besar. Yang dimaksud dengan menjaga kehormatan orang tua ialah menjaga kehormatan dan martabat orang tua dalam lingkungan pergaulan di tengah masyarakat. Ini merupakan kewajiban anak terhadap orang tuanya, baik ketika berhadapan dengan orang tuanya ataupun dalam pergaulan dengan teman-temannya sehari-hari.[4]
  1. Mendahulukan berbakti kepada ibu daripada ayah
Seorang lelaki pernah bertanya kepada Rasulullah, “Siapa yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?” beliau menjawab, “Ibumu.” Lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa lagi?” Beliau kembali menjawab, “Ibumu”. Lelaki itu kembali bertanya, “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ibumu”. Lalu siapa lagi? Tanyanya. “Ayahmu,” jawab beliau.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas tidak bermakna lebih menaati ibu daripada ayah. Sebab, menaati ayah lebih didahulukan jika keduanya menyuruh pada waktu yang sama dan dalam hal yang dibolehkan syari’at. Alasannya, ibu sendiri diwajibkan taat kepada suaminya.
            Maksud ‘lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibu’ dalam hadits tersebut adalah bersikap lebih halus dan lembut kepada ibu daripada ayah. Sebagian Ulama salaf berkata, “Hak ayah lebih besar dan hak ibu patut untuk dipenuhi.”
  1.   Mendoakan
Qs. Al-Israa’: 24. “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah “wahai Tuhanku, kasihanilah mereka bkeduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik ku waktu aku kecil”.
  1.   Merawat
Qs. Al-Israa’: 23. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah (kamu berbakti) kepada kedua orang tua dengan kebaktian sempurna. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”, dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka dengan perkataan yang mulia.”

  1. Kewajiban Anak Terhadap Orangtua yang Sudah Meninggal

Ada suatu dialog di zaman Rasulullah. Seorang sahabat menemui Rasulullah dan menyatakan penyesalannya bahwa selama orangtuanya masih hidup ia tidak sempat berbuat baik kepada bapak-ibunya. Ia sekarang menyesal karena merasa sudah tertutup baginya untuk berbuat baik kepada bapak-ibunya. Mendengar keluhan itu Rasulullah menyatakan bahwa berbuat baik kepada kedua orangtua ada dua macam, yaitu ketika mereka masih hidup dan ketika mereka sudah meninggal dunia. Kewajiban anak yang telah meninggal adalah:
  1. Mengurus jenazahnya dan banyak mendoakan keduanya, karena hal ini merupakan bakti seorang anak kepada kedua orang tuanya. Menguburkan jenazah orang muslim harus disegerakan, tidak boleh ditunda-tunda. Mungkin kita dapat menundanya untuk waktu yang tidak terlalu lama.
  2. Beristighfar (memohonkan ampun kepada Allah Ta’ala) untuk mereka berdua, karena merekalah orang yang paling utama untuk didoakan agar Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosa mereka dan menerima amal baik mereka.
  3. Menunaikan janji dan wasiat, kedua orang tua yang belum terpenuhi semasa hidup mereka yang sesuai dengan syariat, dan melanjutkan amal-amal baik yang pernah mereka kerjakan selama hidup mereka. Sebab, pahala akan terus mengalir kepada mereka berdua apabila amal baik tersebut dilanjutkan.
  4. Memuliakan teman atau sahabat dekat kedua orang tua. Rasulullah, “Sesungguhnya bakti anak yang terbaik adalah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya meninggal”. (HR. Muslim)
  5. Menyambung tali silaturrahim dengan kerabat Ibu dan Ayah. Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang ingin menyambung silaturrahim ayahnya yang ada dikuburannya, maka sambunglah tali silaturrahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia meninggal”. (HR. Ibnu Hibban)
  6. Mendoakan kedua orangtua. Dalam sebuah hadist, Rasulullah bersabda bahwa sesungguhnya ketika seorang hamba meninggal dunia maka putuslah segala amalnya kecuali:
                                                              i.      ilmu yang bermanfaat,
                                                            ii.      amal jariyah,
                                                          iii.      anak sholeh yang mendoakan keduanya.
Pengertian anak dalam hadist ini bukan sekadar anak kandung, tetapi juga anak tiri, anak angkat, atau anak muslim. Jadi bagi mereka yang tidak ada mempunyai anak kandung tidak usah khawatir. Agar anak itu mendoakan orangtua  baik ketika hidup maupun sudah meninggal, maka tentu saja orangtua harus menunaikan kewajibannya sebagai orangtua. Bukankah ketika kita berdoa, kita diajarkan untuk mendoakan diri sendiri, orangtua dan kaum muslimin.
  1. Membayarkan hutang-hutang keduanya. Hutang adalah salah satu hal yang harus segera ditunaikan ketika kita mampu membayarkan. Tidak boleh ditunda-tunda. Oleh sebab itu, jika kita mengetahui orangtua kita meninggalkan hutang segera kita melunasinya jika kita mampu.[5]




[1] Shihab, M. Quraish, TAFSIR AL-MISBAH: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati. 2002
[2] Abdul Mustakim, Kedudukan dan Hak-hak Anak dalam Perspektif al-Qur’an, (Artikel Jurnal Musawa, vol.4 No. 2, Juli-2006), h. 72
[3] Ghalib Bin Sulaiman al-Harbi, Sungguh Merugi Siapa yang Mendapati Orang Tuanya Masih Hidup tapi Tidak Meraih Surga, (Jakarta: Purtaka Fatimah, 2010), h.162

[4] As-Subki Ali Yusuf, Fiqh Keluarga : Pedoman Berkeluarga Dalam Islam, (Jakarta : Amzah, 2010), 94
[5] Satria  Effendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, cet-2, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 47


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1992. Terjemah Tafsir. Semarang: CV Toha Putra.
Ar-Rifa’i, M Nasib. 2000. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani.
Bin Sulaiman al-Harbi, Ghalib. 2010. Sungguh Merugi Siapa yang Mendapati Orang Tuanya Masih Hidup tapi Tidak Meraih Surga. Jakarta: Purtaka Fatimah. 
Effendi, Satria, Makna, Urgensi dan Kedudukan Nasab dalam Perspektif Hukum Keluarga . Jakarta: Kencana, 2006.
Effendi, Satria, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, cet-2, Jakarta: Kencana, 2004.
Mustakim, Abdul, Kedudukan dan Hak-hak Anak dalam Perspektif al-Qur’an, (Artikel Jurnal Musawa,                   vol.4 No. 2, Juli-2006).
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, jilid XV, Jakarta: Lentera               Hati, 2004.
As-Subki Ali Yusuf, Fiqh Keluarga : Pedoman Berkeluarga Dalam Islam, Jakarta : Amzah, 2010.
            Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: PT Pustaka Panjimas.

1 komentar:

  1. Artikel yang cukup bermanfaat dan menambah Ilmu, Kunjungi juga ya www.biologi.uma.ac.id dan www.uma.ac.id

    BalasHapus