- Firman Allah Megenai Hak
dan Kewajiban Anak Terhadap Orangtua
Salah
satu firman Allah SWT yang membahas tentang kewajiban anak terhadap orangtua
adalah surah QS.
Luqman: 14-15:
Artinya: “Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya
kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku
dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya. Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah
jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu. Maka
Kuberikan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman: 14-15).
- Tafsir Ijmali
Ayat 14
Bahwa Allah memerintahkan kepada manusia agar berbakti
kepada orangtua, lebih-lebih kepada Ibu yang telah mengandung. Ayat ini tidak
menyebut jasa Bapak, tetapi menekankan pada jasa Ibu. Ini disebabkan karena ibu
berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena kelemahan Ibu, berbeda
dengan Bapak. Di sisi lain, ”peranana Bapak” dalam konteks kelahiran anak,
lebih ringan dibanding dengan peranan Ibu. Betapapun peranan tidak sebesar
peranan ibu dalam proses kelahiran anak, namun jasanya tidak diabaikan karena
itu anak berkewajiban berdoa untuk ayahya, sebagai berdoa untuk ibunya. Karena
begitu besar jasa Ibu, dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa: Seorang sahabat
bertanya, "Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan
dan persahabatanku?" Nabi Saw menjawab, "ibumu...ibumu...ibumu,
kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat
kepadamu." (Mutafaq'alaih).
Karena itulah, setiap anak harus menyadari perjuangan dan
susah payah orangtuanya. Di samping harus taat kepada ajaran agama, berbakti
kepada kedua orang tua, juga harus berusah keras belajar dan menunut ilmu
pengetahuan terutama ilmu-ilmu agama, sehingga mereka bersama-sama kedua orang
tuanya memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagian di akhirat kelak.
Dalam surah lain pula disebutkan seperti surah
al-Baqarah:83, an-Nisa:36, al-An’am:151, dan al-Isra’:23 membahas tentang
perlunya berbakti kepada orang tua. Sedangkan surah Luqman menyampaikan pesan
untuk berbkati kepada orangtua dalam bentuk perintah Allah.
Surat
Luqman ayat 14
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ
بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
14. Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180].
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tua ibu bapakmu, hanya
kapada-Kulah kembalimu.
Untuk itu Allah berfirman:
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ
Dan kami perintahkan kepada manusia
supaya berbakti dan taat kepada orang tuanya, memenuhi hak-hak keduanya.
حَمَلَتْهُ
أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ
Ibu telah mengandungnya, sedang ia
dalam keadaan lemah yang kian bertambah disebabkan semakin membesarnya
kandungan sehingga ia melahirkan, kemudian sampai selesai dari masa nifasnya.
Kata وَهْنًا berarti kelemahan atau kerapuhan.
Yang dimaksud disni kurangnya kemampuan memikul beban kehamilan, penyusuan dan
pemeliharaan anak. Kata yang digunakan ayat inilah mengisyaratkan betapa
lemahnya sang ibu sampai-sampai ia dilukiskan bagaikan kelemahan itu sendiri,
yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan kelemahan telah menyatu pada dirinya
dan dipikulnya. Firman-Nya وَفِصَالُهُ فِي
عَامَيْنِ (dan penyapuhannya didalam dua tahun), mengisyaratkan
betapa pentingnya penyusuan anak oleh seorang ibu kandung. Tujuan penyusuan ini
bukan sekedar untuk memelihara kelangsungan hidup anak, melainkan juga
lebih-lebih untuk menumbuh kembangkan anak dalam kondisi fisik dan psikis yang
prima.
Selanjutnya Allah menjelaskan pesan-Nya melalui firman
berikut:
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
Dan
Kami perintahkan kepadanya, bersyukurlah kamu kepada-Ku atas semua nikmat yang
telah Ku limpahkan kepadamu, dan bersyukur pulalah kepada ibu bapakmu. Karena
sesungguhnya kedua itu merupakan penyebab bagi keberadaanmu. Dan keduanya telah
merawatmu dengan baik sehingga kamu menjadi tegak dan kuat.
إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Hanya
kepada-kulah kembali kamu, bukan kepada selain-Ku. Maka Aku akan memberikan
balasan terhadap apa yang telah kamu lakukan yang bertentangan dengan-Ku.
Ayat diatas menyatakan: dan kami wasiatkan yakni berpesan
dengan amat kukuh kepada semua manusia menyangkut kepada orang ibu bapanya,
pesan kami disebabkan karena ibunya telah mengandung dalam keadaan kelemahan
diatas kelemahan, yakni kelemahan berganda-ganda dan dari saat ke saat
bertambah-tambah. Lalu beliau melahirkan dengan susah payah, kemudian merawat
dan menyusuinya setiap saat, bahkan ditengah malam ketika saat manusia lain
tertidur nyenyak. Demikian hingga tiba masa menyapikannya. Dimasa kelahiran
memang ibu lebih berpotensi atau lebih ekstra dibandingkan seorang bapak dan
itu tidak cukup hanya dimasa kelahiran seorang anak, melainkan sampai anak
tumbuh berkembang. Memang ayah pun bertanggung jawab menyiapkan dan membantu
agar beban yang dipikulnya tidak terlalu berat. Namun, jasa ayah tidak bisa
diabaikan begitu saja oleh karena itu anak juga berkewajiban berdoa untuk
ayahnya.[1]
Ayat 15
Ayat di atas menyatakan bahwa jika orang tua memaksa untuk
mempersekutukan Allah, maka janganlah mematuhinya. Setiap perintah untuk
perbuatan maksiat, maka tidak boleh ditaati. Namun demikian, jangan memutuskan
hubungam sitalurahmi dengan tetaplah menghormatinya sebagai orang
tua.berbaktilah kepada mereka sepanjang tidak menyimpang dari ajaran Agama dan
bergaullah dengan mereka menyangkut keduniaan, bukan aqidah. Dalam surah
al-Ankabut: 8, Artinya: “Dan kami
wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah
kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan.”
Hukum ini berlaku untuk seluruh Umat Nabi Muhammad, yaitu
melarang ketaatan anak untuk mengikuti kehendak orangtuanya yang bertentangan
dengan ajaran agama.
Dan juga sebagaimana dalan sebuah riwayat bahwa Asma’ Putri
Sayyidina Abu Bakr ra. Pernah didatangi oleh ibunya yang ketika itu masih
musyrikah, Asma’ bertanya kepada nabi bagaimana seharusnya ia bersikap, maka
Rasul saw memerintahkannya untuk tetap menjalin hubungan baik, menerima dan
memberinya hadiah serta mengunjungi dan menyambut kujungannya.
- Tafsir Mufradat
Ayat 14
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ayat 15
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
- Asbabun Nuzul
Al-
Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya, dari Sa’ad bin Abi Waqqash ra. Ia
berkata: Aku adalah seseorang pria yang amat mencintai ibuku. Tetapi setelah
aku masuk Islam, ibuku itu berkata kepadaku: Hai sa’ad! Agama apa ini, kulihat
engkau mengada-ada. Tinggalkan agamamu ini atau aku akan mogok makan dan minum,
sampai mati. Dengan begitu engkau akan tercemar lantaran aku, yaitu engkau akan
dituduh sebagai pembunuh ibunya. Begitulah lalu aku berkata kepada ibuku: Hai
Ibu! Jangan engkau kerjakan itu semua, tetapi aku juga tidak bakal meninggalkan
agamaku ini selama-lamanya karena faktor apapun.
- Istinbat Hukum
Ayat di atas menjeleskan tentang
Luqman, seorang hamba Allah yang saleh,
sehingga namanya di abadikan sebagai nama salah satu surat Al-Quran. Dari
rangkayan ayat di atas dapat kita ungkap kandunganya sebagai berikut;
- Bersyukur kepada Alloh
- Kewajiban Orang Tua Mendidik Anak, Terutama Didikan Aqidah
- Wajib berbuat baik kepada ibu bapak, sebagai ungkapan
terimakasih anak kepada orang tua disamping kepada Allah
- Anak tidak perlu mentaati perintah orang tua kepada hal yang tidak benar atau mempersekutukan Allah
- Anak harus tetap menghormati, menyayangi dan bergaul dengan ibu
bapaknya dengan baik kendatipun beda agama.
- Hak Anak Terhadap Orangtua
Menurut Wahbah al-Zuhaili, ada lima
macam hak anak terhadap orang tuanya, yaitu: hak nasab (keturunan), hak rada’
(menyusui), hak hadanah (pemeliharaan), hak walayah (wali), dan hak nafaqah (alimentasi).
Dengan terpenuhinya lima kebutuhan ini, orang tua akan mampu mengantarkan
anaknya dalam kondisi yang siap untuk mandiri.
Kelahiran anak merupakan peristiwa
hukum dengan resminya seorang anak menjadi anggota keluarga melalui garis
nasab, ia berhak mendapatkan berbagai macam hak dan mewarisi ayah dan ibunya.
Dengan hubungan nasab ada sederetan hak-hak anak yang harus ditunaikan orang
tuanya dan dengan nasab pula dijamin hak orang tua terhadap anaknya.
Hak Rada’ adalah hak anak menyusui,
ibu bertanggung jawab di hadapan Allah menyusui anaknya ketika masih bayi
hingga umur dua tahun, baik masih dalam tali perkawinan dengan ayah si bayi
atau pun sudah bercerai.
Hadanah adalah tugas menjaga,
mengasuh dan mendidik bayi/anak yang masih kecil sejak ia lahir sampai mampu
menjaga dan mengatur diri sendiri. Walayah di samping bermakna hak perwalian
dalam pernikahan juga berarti pemeliharaan diri anak setelah berakhir periode
hadanah sampai ia dewasa dan berakal, atau sampai menikah dan perwalian
terhadap harta anak.
Hak nafkah merupakan pembiayaan dari
semua kebutuhan di atas yang didasarkan pada hubungan nasab. Hak dan tanggung
jawab adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, anak memiliki hak dari orang
tuanya dan orang tua dibebani tanggung jawab terhadap anaknya. Jika
digolongankan hak anak dapat diketagorikan dalam empat kelompok besar, yaitu
hak untuk hidup, hak untuk tumbuh dan berkembang, hak untuk mendapat
perlindungan dan hak untuk berpartisipasi.[2]
- Kewajiban Anak Terhadap
Orangtua yang Masih Hidup
- Menaati Orangtua.
Menaati kedua orangtua hukumnya
wajib atas setiap muslim, sedang mendurhakai keduanya merupakan perbuatan yang
diharamkan, kecuali jika mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah (berbuat
syirik) atau bermaksiat kepadaNya.[3]
Allah berfirman:
Ta’at kepada orang tua :
Artinya : “Jika salah
seorang diantara keduanya/kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka janganlah kamu sekali-kali mengatakan kepada keduanya
dengan perkataan “ah”, dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah “wahai Tuhanku, kasihanilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil”. (Qs.Al Israa’: 23-24)
Mengucapkan
kata “ah” kepada orang tua tidak dibolehkan oleh agama, apalagi mengucapkan
kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.
Adapun contoh ketaatan anak
kepada orangtuanya dapat diwujudkan dalam bentuk:
a. Apabila orang tua meminta makan maka anak wajib memberikan makan.
a. Apabila orang tua meminta makan maka anak wajib memberikan makan.
b. Apabila orang tua butuh dilayani maka anak wajib melayani.
c. Apabila orang tua membutuhkan pakaian maka anak wajib
membelikannya.
d. Jika anak dipanggil maka wajib segera datang.
e. Perintah apapun asal bukan maksiat maka wajib dilaksanakan.
- Berbakti dan merendahkan
diri di hadapan kedua orangtua
Allah berfirman, artinya, “Jika
salah seorang diantara keduanya/kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka janganlah kamu sekali-kali mengatakan kepada keduanya
dengan perkataan “ah”, dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah “wahai Tuhanku, kasihanilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil”. (QS. Al-Israa’: 23-24)
Rasulullah bersabda, “Sungguh
merugi, sungguh merugi, dan sungguh merugi orang yang mendapatkan kedua
orangtuanya yang sudah renta atau salah seorang dari mereka kemudian hal itu
tidak dapat memasukkannya ke dalam surga.” (HR. Muslim)
Artinya:“Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya
kepada-Kulah kembalimu” (Qs. Luqman: 14)
Maksudnya: Selambat-lambat
waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.
Wujud lain sebagai pernyataan anak berbakti dan merendahkan diri kepada orangtuanya adalah:
Wujud lain sebagai pernyataan anak berbakti dan merendahkan diri kepada orangtuanya adalah:
a. Jangan memanggil orang tua dengan namanya.
b. Apabila berjalan tidak boleh mendahului orang tua (jika
berjalan bersama).
c. Anak wajib ridho terhadap sesuatu yang terjadi / yang ada pada
dirinya .
Sesuatu yang membuat kita
senang beritahukan kepada orang tua agar senang, tetapi jika sesuatu membuat
kita sedih jangan diberitahukan pada orang tua.
- Berbicara lemah lembut
Bergaul dengan orangtua dengan
cara yang baik, antara lain adalah dengan berbicara yang lemah lembut kepada
keduanya. Tawadlu (rendah hati) kepada keduanya merupakan suatu hal yang
wajib bagi anak.
- Menyediakan makanan
Hal ini juga termasuk bentuk
bakti kepada kedua orang tua, terutama jika hal tersebut merupakan hasil jerih
payah sendiri. Lebih-lebih jika kondisi keduanya sudah renta. sudah seyogyanya,
mereka disediakan makanan dan minuman yang terbaik dan lebih mendahulukan
mereka berdua dari pada dirinya, anaknya dan istrinya.
- Meminta izin sebelum
berjihad dan pergi untuk urusan lainnya.
Izin kepada orangtua diperlukan
untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah
dan bertanya, “Wahai Rasulullah apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau
balik bertanya, “Apakah kamu masih mempunyai kedua orangtua?” Laki-laki tersebut
menjawab, “Masih”. Beliau bersabda, “Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada
keduanya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
- Memberikan nafkah
Beberapa ayat dalam Al Qur’an
yang membahas tentang hal ini adalah Al Baqarah ayat 15 dan Ar Rum ayat 38.
Rasulullah pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata, “Ayahku
ingin mengambil hartaku”. Nabi bersabda, “Kamu dan hartamu adalah milik
ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah). Oleh sebab itu, hendaknya
seseorang jangan bersikap bakhil (kikir) terhadap orang yang menyebabkan
keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil, serta telah berbuat baik
kepadanya.
- Membuat keduanya ridha
dengan berbuat baik kepada orang-orang yang dicintainya.
Hendaknya seseorang membuat
kedua orang tuanya ridha dengan berbuat baik kepada orang-orang yang mereka
cintai. Yaitu dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan
mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka, dan lain sebagainya.
- Memenuhi
sumpah/Nazar kedua orangtua
Jika kedua orang tua bersumpah
untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat,
maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena hal itu
termasuk hak mereka.
- Tidak Mencaci maki dan
menjaga kehormatan orangtua
Rasulullah bersabda, “Termasuk
dosa besar adalah seseorang mencaci maki orangtuanya.” Para sahabat bertanya,
“Ya Rasulullah, apa ada orang yang mencaci maki orangtuanya?” Beliau menjawab,
“Ada. Dia mencaci maki ayah orang lain kemudian orang tersebut membalas mencaci
maki orangtuanya. Dia mencaci maki ibu orang lain lalu orang itu membalas
mencaci maki ibunya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Terkadang perbuatan tersebut
tidak dirasakan oleh seorang anak, dan dilakukan dengan bergurau padahal hal
ini merupakan perbuatan dosa besar. Yang dimaksud dengan
menjaga kehormatan orang tua ialah menjaga kehormatan dan martabat orang tua
dalam lingkungan pergaulan di tengah masyarakat. Ini merupakan kewajiban anak
terhadap orang tuanya, baik ketika berhadapan dengan orang tuanya ataupun dalam
pergaulan dengan teman-temannya sehari-hari.[4]
- Mendahulukan berbakti
kepada ibu daripada ayah
Seorang lelaki pernah bertanya
kepada Rasulullah, “Siapa yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik
dariku?” beliau menjawab, “Ibumu.” Lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa
lagi?” Beliau kembali menjawab, “Ibumu”. Lelaki itu kembali bertanya, “Kemudian
siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ibumu”. Lalu siapa lagi? Tanyanya. “Ayahmu,”
jawab beliau.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas tidak bermakna lebih
menaati ibu daripada ayah. Sebab, menaati ayah lebih didahulukan jika keduanya
menyuruh pada waktu yang sama dan dalam hal yang dibolehkan syari’at.
Alasannya, ibu sendiri diwajibkan taat kepada suaminya.
Maksud ‘lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibu’ dalam hadits tersebut adalah bersikap lebih halus dan lembut kepada ibu daripada ayah. Sebagian Ulama salaf berkata, “Hak ayah lebih besar dan hak ibu patut untuk dipenuhi.”
Maksud ‘lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibu’ dalam hadits tersebut adalah bersikap lebih halus dan lembut kepada ibu daripada ayah. Sebagian Ulama salaf berkata, “Hak ayah lebih besar dan hak ibu patut untuk dipenuhi.”
- Mendoakan
Qs. Al-Israa’: 24. “Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan
ucapkanlah “wahai Tuhanku, kasihanilah mereka bkeduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik ku waktu aku kecil”.
- Merawat
Qs. Al-Israa’: 23. “Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah (kamu berbakti) kepada kedua orang tua dengan kebaktian sempurna.
Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan “ah”, dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka dengan perkataan yang mulia.”
- Kewajiban Anak Terhadap
Orangtua yang Sudah Meninggal
Ada suatu dialog di zaman
Rasulullah. Seorang sahabat menemui Rasulullah dan menyatakan penyesalannya
bahwa selama orangtuanya masih hidup ia tidak sempat berbuat baik kepada
bapak-ibunya. Ia sekarang menyesal karena merasa sudah tertutup baginya untuk
berbuat baik kepada bapak-ibunya. Mendengar keluhan itu Rasulullah menyatakan
bahwa berbuat baik kepada kedua orangtua ada dua macam, yaitu ketika mereka
masih hidup dan ketika mereka sudah meninggal dunia. Kewajiban anak yang telah
meninggal adalah:
- Mengurus jenazahnya dan
banyak mendoakan keduanya, karena hal ini merupakan bakti seorang
anak kepada kedua orang tuanya. Menguburkan jenazah orang muslim harus
disegerakan, tidak boleh ditunda-tunda. Mungkin kita dapat menundanya
untuk waktu yang tidak terlalu lama.
- Beristighfar (memohonkan
ampun kepada Allah Ta’ala) untuk mereka berdua, karena merekalah orang
yang paling utama untuk didoakan agar Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosa
mereka dan menerima amal baik mereka.
- Menunaikan janji dan
wasiat, kedua orang tua yang belum terpenuhi semasa hidup mereka yang
sesuai dengan syariat, dan melanjutkan amal-amal baik yang pernah mereka
kerjakan selama hidup mereka. Sebab, pahala akan terus mengalir kepada
mereka berdua apabila amal baik tersebut dilanjutkan.
- Memuliakan teman atau
sahabat dekat kedua orang tua. Rasulullah, “Sesungguhnya bakti
anak yang terbaik adalah seorang anak yang menyambung tali persahabatan
dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya meninggal”. (HR.
Muslim)
- Menyambung tali
silaturrahim dengan kerabat Ibu dan Ayah. Rasulullah bersabda, “Barang
siapa yang ingin menyambung silaturrahim ayahnya yang ada dikuburannya,
maka sambunglah tali silaturrahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah
ia meninggal”. (HR. Ibnu Hibban)
- Mendoakan kedua orangtua.
Dalam sebuah hadist, Rasulullah bersabda bahwa sesungguhnya ketika seorang
hamba meninggal dunia maka putuslah segala amalnya kecuali:
i.
ilmu
yang bermanfaat,
ii.
amal
jariyah,
iii.
anak
sholeh yang mendoakan keduanya.
Pengertian anak dalam hadist ini bukan sekadar anak kandung,
tetapi juga anak tiri, anak angkat, atau anak muslim. Jadi bagi mereka yang
tidak ada mempunyai anak kandung tidak usah khawatir. Agar anak itu mendoakan
orangtua baik ketika hidup maupun sudah meninggal, maka tentu saja
orangtua harus menunaikan kewajibannya sebagai orangtua. Bukankah ketika kita
berdoa, kita diajarkan untuk mendoakan diri sendiri, orangtua dan kaum
muslimin.
- Membayarkan hutang-hutang
keduanya. Hutang adalah salah satu hal yang harus segera ditunaikan
ketika kita mampu membayarkan. Tidak boleh ditunda-tunda. Oleh sebab itu,
jika kita mengetahui orangtua kita meninggalkan hutang segera kita melunasinya
jika kita mampu.[5]
[1] Shihab, M. Quraish, TAFSIR
AL-MISBAH: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
2002
[2] Abdul
Mustakim, Kedudukan dan Hak-hak Anak
dalam Perspektif al-Qur’an, (Artikel Jurnal Musawa, vol.4 No. 2,
Juli-2006), h. 72
[3] Ghalib Bin Sulaiman al-Harbi, Sungguh Merugi Siapa yang
Mendapati Orang Tuanya Masih Hidup tapi Tidak Meraih Surga, (Jakarta: Purtaka Fatimah, 2010),
h.162
[4] As-Subki
Ali Yusuf, Fiqh Keluarga : Pedoman
Berkeluarga Dalam Islam, (Jakarta : Amzah, 2010), 94
[5] Satria Effendi, Problematika
Hukum Keluarga Islam Kontemporer, cet-2, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 47
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1992. Terjemah Tafsir.
Semarang: CV Toha Putra.
Ar-Rifa’i, M Nasib. 2000. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta:
Gema Insani.
Bin Sulaiman al-Harbi, Ghalib. 2010. Sungguh Merugi Siapa
yang Mendapati Orang Tuanya Masih Hidup tapi Tidak Meraih Surga. Jakarta:
Purtaka Fatimah.
Effendi, Satria, Makna, Urgensi dan
Kedudukan Nasab dalam Perspektif Hukum Keluarga . Jakarta: Kencana, 2006.
Effendi, Satria, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, cet-2, Jakarta:
Kencana, 2004.
Mustakim, Abdul, Kedudukan dan Hak-hak Anak dalam Perspektif al-Qur’an, (Artikel Jurnal Musawa, vol.4 No. 2, Juli-2006).
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, jilid XV, Jakarta: Lentera Hati, 2004.
As-Subki Ali Yusuf, Fiqh Keluarga : Pedoman Berkeluarga Dalam Islam, Jakarta : Amzah, 2010.
Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: PT Pustaka Panjimas.
Mustakim, Abdul, Kedudukan dan Hak-hak Anak dalam Perspektif al-Qur’an, (Artikel Jurnal Musawa, vol.4 No. 2, Juli-2006).
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, jilid XV, Jakarta: Lentera Hati, 2004.
As-Subki Ali Yusuf, Fiqh Keluarga : Pedoman Berkeluarga Dalam Islam, Jakarta : Amzah, 2010.
Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: PT Pustaka Panjimas.
Artikel yang cukup bermanfaat dan menambah Ilmu, Kunjungi juga ya www.biologi.uma.ac.id dan www.uma.ac.id
BalasHapus